mencoba mengisi kehidupan melalui keindahan yang natural dengan rautan kata yang teoritis dan potret dinamis
Jumat, 30 Maret 2012
Indonesia Merdeka
Banyak orang mengatakan saya orang merdeka !!bangsa kita adalah bangsa merdeka !!atau bla bla bla... namun secara garis besar mungkin tidak banyak yg mengetahui tentang kemerdekaan itu sendiri. Bangsa kita Indonesia memang sudah merdeka dan diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, namun saya rasa dari zaman orde lama (pemerintahan Soekarno.red) kemudian orde baru (Pemerintahan Soeharto.red) hingga era reformasi sekarang masyarakat Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kenapa ya?? apa sih yang perlu dilakukan untuk merdeka?? sebelum menjawab semua itu kita perlu mengkaji tentang apa sih merdeka itu??
Dari beberapa hal yang saya temui saya coba menelisik makna kemerdekaan versi ulama. Wah sangat menarik sekali sepertinya karna setidaknya ada empat kata yang senafas dengan makna kemerdekaan yang saya bahas dalam tulisan ini : Dua kata diambil dari Al Qur’an, satu dari Hadits dan terakhir berasal dari makna budaya. Dan dari keempatnya itu semua bisa dikonsepkan dgn Pancasila,UUD 45 dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Pertama,
Kemerdekaan adalah bebas dari tekanan atau penindasan dari pihak lain. Makna ini diambil dari kata “Itqun Minannar”. Kata ini diambiil dari hadits Nabi yang sering dikaitkan dengan keutamaan bulan ramadhan: “… awaluhu rahmah, wausatuhu maghfiroh, wa akhiruhu itqun minannar.” (…. puasa ramadhan itu awalnya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka).
Konteks dari kata tersebut adalah bahwa kemerdekaan itu bisa tercipta manakala bisa terbebas dari penindasan, ancaman, intimidasi dari pihak-pihak lain. Misalnya kita sbg rakyat Indonesia dikatakan merdeka, manakala tidak ada yang memaksa, tidak ada yang mengancam, tidak ada yang mengintimidasi, inilah makna hakikat “merdeka”. Jika masih ada ancaman, intimidasi penekanan pihak satu dengan pihak lain itu artinya belum merdeka. Itulah makna “merdeka” yang diambil dari kata “itqun minannaar”, yang berarti terbebas dari siksaan.
Kedua,
Kemerdekaan berarti menghilangkan kelas-kelas sosial dalam masyarakat, menciptakan tatanan masyarakat yang sederajat. Memuliakan antara satu sama lain, kesetaraan, tidak ada kelas dalam masyarakat, masing-masing memiliki hak sebagai bangsa tanpa membedakan kultur dan kelasnya.
Makna itu terambil dari kata “Fatahriru Roqobah”. Kata ini cukup banyak terdapat dalam Al Quran. misalnya dalam satu ayat pada Annisa: 92 saja ada dua kata. Kata “tahrir” dan “khurriyah” dalam bahasa Arab artinya “merdeka”.
Makna “merdeka” yang diambil dari ungkapan al quran itu adalah: “asyrofuhum, yuqolu huwa hurriyatu min qoumih.” Artinya, memuliakan masyarakat satu dengan yang lain, itulah makna merdeka yang sesungguhnya. Merdeka berarti jika seseorang itu menjadi mulia, tidak ada kelas di dalam kehidupan manusia; tidak ada kasta, tidak ada “nomor satu”, tidak “nomor dua”, tidak ada ningrat, tidak ada suku yang merasa unggul.
Lebih mudahnya, konteks di Indonesia sesuai dengan Pancasila dan UUD 45, setiap warga negara sederajat tidak ada ras, agama dan apapun yang merasa nomor satu atau nomor dua, tetapi masing-masing menghormati, memuliakan satu sama lain. Dalam tatanan dunia ada HAM yang juga senafas dengan ungkapan ini, bahwa setiap manusia sederajat. Bukankah juga dalam Al quran pun menyebutkan bahwa manusia di hadapan tuhan adalah sama derajatnya.
Dengan jelas al quran yang menyebutkan “Inna akromakum ‘indallahi atqoqum.” Sesungguhnya yang mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Jika masih ada yang merasa “tuan”, atau masih ada yang menganggap “itu anak buah saya”, berarti secara pribadi belum ada kemerdekaan dalam dirinya. Padahal seharusnya manusia semuanya sama di hadapan Allah. Tidak ada budak, tidak ada kelas.
Kolonialisme zaman dulu menganggap bangsa Indonesia dikategorikan bangsa kelas dua, sementara kelas satunya orang Belanda. Karenanya kata “hurriyah” tidak berlaku saat itu. Bangsa kita dahulu belum merdeka. Namun sekarang, jika dikatakan merdeka, maka mesti merujuk pada kata “hurriyah”, di mana tidak lagi ada kelas-kelas dan merasa nomor satu, baru dikatakan merdeka.
Ketiga,
merdeka diambil dari kata Fakku roqobah. Artinya, melepaskan budak dari perbudakan. Diambil dari ayat Al Qur’an “Wamaa adroka mal ‘aqobah, fakku roqobah” (Al Balad: 12-13). Kata “fakku” di sini pengertianya “merdeka“. Lebih lengkapnya, para ulama mendefinisikan kata fakku dengan ibtlolur roqqi wal ‘ubudiyah atau Abaana ba’dhuhu ‘an ba’d.
Maksudnya, kemerdekaan itu bisa tercapai, manakala bisa tampil bersama-sama antara satu individu dengan individu lain, atau antar kelompok satu dengan lainnya. Sehingga bukannya kelompok satu tampil sementara yang lainnya tidak boleh tampil (disembunyikan) gara-gara dianggap kelas dua, atau karena dianggap tidak sejajar, atau dianggapnya tidak berarti. Kalau saja hal tersebut masih berlaku di negeri kita, atau di negeri lain, bahkan bisa terjadi dalam diri kita, berarti belum ada “merdeka”. Contoh yang sering kita dengar: “sudah, lenyapkan saja dia!”, “kita saja yang maju, jangan sampai dia tampil”, dll.
Dalam praktek hukum maka mestinya masing-masing komponen bangsa tidak pandang bulu. Jika hukum masih bersembunyi di belakang layar,sedangkan yang tampil adalah “uang”, ini berarti belum “merdeka”. Sebab hukum tidak pandang bulu, di mata hukum semuanya sama.
Orang yang tidak bersalah mestinya bebas bukan sebaliknya. Yang salah itu harus tetap salah, dan yang benar secara hukum harus dibela. Jika bangsa disebut merdeka, maka tidak ada lagi istilah intimidasi, diskriminasi, character assanisation, mengancam pihak lain, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam masyarakat, dan lain sebagainya. Gimana setuju kan??
Dan yg terakhir,
merdeka diambil dari kata Istiqlal. (Masjid Istiqlal = masjid merdeka). Pengertian istiqlal menurut para ulama adalah "taffarroda bihi walam yusyrik fiih" Artinya: Mandiri. Tidak mau dicampur tangani oleh pihak lain. Sebuah bangsa yang “merdeka” (istiqlal) berarti tidak bisa dicampurtangani negara lain. Negara merdeka berarti negara itu mandiri, memanage diri sendiri, bukan negara boneka, bukan negara yang diatur oleh negara lain yang lebih super power. Kalau saja masih ada intervensi negara lain artinya ya belum merdeka.
Demikian juga bila makna istiqlal bagi individu artinya, seorang individu dikatakan merdeka jika sudah terbebas dari pengaruh “duniawi”, jika masih dipengaruhi oleh jabatan atau oleh macam-macam rayuan dan godaan lainnya, itupun belum dikatakan mandiri namanya, alias belum merdeka.
Dari kilasan merdeka diatas bisa diambil kesimpulannya, orang atau negara bisa dikatakan merdeka jika pertama terbebas dari intimidasi atau ancaman atau ketakutan yang tidak menentu. kedua dikatakan merdeka jika tidak ada kasta atau golongan yang membedakan,tdk ada si kaya dan si miskin,tdk ada raja atau rakyat. ketiga tidak ada beda dalam menuntut keadilan,kebenaran dan hukum peradilan. harus merdeka berpikir, berpendapat, tidak ada rampasan hak asasi manusia. dan yg terakhir adalah kita harus mandiri, bisa berpikir kedepan kearah kemajuan bangsa dan negara.
Dan yang pasti apabila kita sudah mengganggap kita merdeka maka Janganlah merampas kemerdekaan atas orang lain, jika terjadi maka akan timbul konflik seperti yang terjadi sekarang ini. Pelaku politik merampas kemerdekaan rakyat banyak, hal ini akan memicu pada kehancuran bangsa dan negara kita tercinta.
Mungkin hal yang perlu diingat adalah bahwa orang yang masuk syurga adalah mereka yang “merdeka”,bukan hamba sahaya.Kenapa dikatakan merdeka,karena bagi si hamba akan merdeka jika hidupnya murni hanya kepada Allah; tidak merasa takut kecuali kepada Allah; tidak merasa cinta kecuali kepada Allah; tidak melakukan penyembahan kecuali kepada Allah. Itulah yang sebenar-benarnya yang merdeka dalam konsep para ulama. Jika apa yang dipaparkan di atas belum bisa dipraktekkan pada bangsa ini, itu artinya kita belum merasakan makna “kemerdekaan” baik merdeka secara individu atau secara kebangsaan. Untuk itu tugas perjuangan kita sebagai penerus hendaknya menegakkan kemerdekaan dalam diri dan bangsa, agar cita-cita ulama/pendahulu bangsa kita bisa tersirat dalam konteks kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Semoga bermanfaat..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komentar di blog ini...
maaf tidak ada toleransi untuk spammer,,, have fun guys !!!